PEMBAHASAN
Pendekatan Eksistensial
dalam Memahami Manusia
Eksistensialisme
pertama kali muncul pada abad ke 19. Eksistensialisme memiliki akar dalam karya
– karya para filosof, khususnya Soeren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche.
Kedua filsuf ini mendekati filsafat dari sudut pandang manusia nyata. Selain
itu mereka memiliki keyakinan bahwa eksistensi manusia tidak bisa dibawa ke
dalam system rasional, sistematis dan logis.
Eksistensialisme
merupakan sebuah mazhab pemikiran yang memandang manusia secara holistik
dan mengakui kebebasan manusia untuk menentukan kehidupannya sendiri. Dengan
kata lain manusia memiliki eksistensinya sendiri yang menyatu dengan kehidupan
dunia. Eksistensi manusia disini dipahami bukanlah sebagai manusia alam,
kumpulan – kumpulan reflek maupun sekedar mekanisme – mekanisme. Akan tetapi
semua perihal yang dilakukan manusia, itulah yang menjadi inti dari eksistensi
itu sendiri. Manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni
sebagai kesatuan individu dan dunianya.
Eksistensialisme
merupakan sebuah mazhab yang dirasa penting untuk dikaji, karena ranah
kajiannya yang menekankan pada perlunya berada sedekat mungkin dengan dunia
kehidupan, dimana semua orang menjalaninya. Eksistensialisme cenderung
memberikan hak kebebasan seluas – luasnya bagi manusia. Hal ini dirasa perlu
karena manusia butuh mengeksplorasi dunianya tanpa harus dipengaruhi oleh
stimulasi – stimulasi dari lingkungan yang akan mendeterminasi diri manusia itu
sendiri.
Eksistensial
bukanlah mazhab yang didirikan oleh satu tokoh sebagaimana psikoanalisis. Akan
tetapi didirikan oleh banyak pikiran – pikiran tokoh. Tokoh – tokoh yang
berperan penting dalam mazhab eksistensial adalah Soeren Kierkegaard dan
Friedrich Nietzsche. Dimana kedua tokoh itu merupakan pencetus utama tentang
gerakan eksistensialisme. Pemikiran Kierkegaard menekankan pada perestorasian
kedalaman iman dalam agama – agama yang telah mongering di tengah masyarakat.
Sedangkan gagasan utama Nietsche adalah tentang “Matinya Tuhan”.
Sedangkan
tokoh eksistensialisme yang terkenal adalah Ludwig Binswanger dan Medard Boss.
Kedua tokoh ini mendasarkan prinsip – prinsip eksistensialnya pada pemikiran –
pemikiran Martin Heiddeger. Prinsip dari Binswanger adalah tentang Umwelt (dunia
– fisik), Mitwelt (dunia
social) dan Elgenwelt (dunia
personal). Sedangkan Boss memilih prinsip tentang konsep eksistensialisme (dari
Heiddeger), yaitu bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kita itu ada
dalam kehidupan.
Dalam
eksistensialisme, memahami konsep “aku” berarti bagaimana kita menjalani hidup
tanpa tahu diri kita sebenarnya. Satre mengatakan bahwa eksistensi manusia
mendahului esensi manusia itu sendiri. Manusia tidak tahu bagaimana dia
menjalani hidupnya. Hidup manusia, siapa manusia sebenarnya tidak ditentukan
oleh Tuhan, hukum alam, genetika maupun lingkungan sekitar. Semuanya itu hanya
sebatas sebagai bahan baku bagi siapa sesungguhnya manusia. Akan tetapi
bagaimana manusia menjalani hidupnya, itulah yang akan membentuk siapa manusia
yang sebenarnya. Berarti, saya adalah yang membentuk diri manusia.
Eksistensialisme
memiliki lahan dalam fungsi praktisnya dalam dunia psikologi. Salah satu fungsi
praktis itu adalah penerapannya dalam kehidupan nyata adalah yang terjadi pada
proses konseling. Jadi, eksistensialisme merupakan salah satu aliran dari
beberapa aliran yang dapat dijadikan dasar dari proses konseling. Selain
itu, eksistensialisme juga berfungsi sebagai landasan dalam melakukan
terapi. Penerapan mazhab eksistensialisme juga memasuki wilayah pendidikan. Penerapan
yang dimaksud berupa diterbitkannya jurnal pendidikan dan jurnal kebidanan,
meskipun hanya beberapa jurnal yang hanya bisa diterbitkan.
Dalam
kaitannya dengan teori humanistik, secara histori sebenarnya eksistensialisme
menjadi dasar – dasar awal peletakan konsep humanisme. Humanisme sendiri
berpusat pada diri, keseluruhan, berharap akan aktualisasi diri, serta
mengajarkan optimisme mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri dan
masyarakat.
Dalam
kajian ilmu psikologi, psikolgi eksistensial dapat dimanfaatkan secara maksimal
untuk memahami keberadaan manusia dilihat dari unsur kebebasan yang dimiliki.
Manusia adalah individu yang unik dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia.
Disini keberadaan manusia sangatlah subjektif. Eksistensialisme menganggap
manusia sebagai individu yang memiliki kebebasan penuh dalam menentukan jalan
hidupnya kedepan. Sehingga manusia bisa mengarahkan dirinya untuk melakukan
yang terbaik buat dirinya.
Sebaliknya,
eksistensial menjadi tidak berlaku ketika apa yang dilakukan manusia tidak
sesuai dengan apa yang terdapat dilingkungan social. Apabila kebebasan manusia
telah bercampur dengan kepentingan yang bersifat mekanis, dimana manusia sudah
tidak bisa mengontrol dirinya dan lebih mendapat kontrol dari orang lain.
Seperti
aliran – aliran yang lainnya, eksistensialisme menuai beberapa kritik. Kritik –
kritik itu muncul pada hal ide atau gagasan baru yang cenderung sulit
diekspresikan oleh siapapun. Bahasa yang digunakan dalam eksistensialisme cukup
membingungkan. Hal ini berpengaruh pada penulisan – penulisan ilmiah, sehingga
hanya ada beberapa jurnal yang bisa diterbitkan. Selain itu, psikologi
eksistensial dianggap tidak ilmiah. Hal ini dikarenakan tidak adanya hipotesis
atau data statistik, serta sampel – sampel yang digunakan tidak bersifat acak.
Adapun
solusi untuk masalah gagasan baru yang sulit diekspresikan, seharusnya ada
penulis – penulis eksistensialis berbahasa inggris yang benar – benar mahir.
Terkait dengan psikologi eksistensialisme yang tidak ilmiah karena tidak
ada hipotesis dan sampel yang cukup mewakili, psikologi eksistensial bisa turun
ke wilayah kualitatif guna melakukan pengkajian lebih mendalam tentang manusia.
Sekalipun dalam kualitatifpun masih ditemui beberapa kekurangan.
Eksistensialisme dalam Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar