Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi
yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan
kurikulum. Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan
sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik
informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan
agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan
pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses
mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan,
pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi,
pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan. “Dengan pendidikan, kita
tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap
masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun
masyarakatnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat
tersebut” (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997:58). Untuk menjadikan peserta didik
agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan
penting, karena itu kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar
mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di
masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang
berbudaya.
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi
insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik
dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai
budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
LANDASAN SOSIOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
Sosiolologi mempunyai empat perenan yang sangat penting
dalam pengembangan kurikulum. Empat peranan sosiologi tersebut adalah berperan
dalam proses penyesuaian nilai-nilai dalam masyarakat, berperan dalam
penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, berperan dalam penyediaan proses
sosial, dan berperan dalam memahami keunikan individu, masyarakat dan daerah.
Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus memahami tiga sumber
kurikulum yaitu siswa (student), masyarakat (society), dan konten (content).
Sumber siswa lebih menekankan pada kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan siswa
pada tingkat pendidikan tertentu yang sesuai dengan perkembangan jiwa atau
usianya. Sumber masyarakat lebih melihat kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat
dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan sumber konten adalah
berhubungan dengan konten kurikulum yang akan dikembangkan pada tingkat
pendidikan yang sesuai. Dengan kata lain landasan sosiologi digunakan dalam
pengembangan kurikulum dalam merumuskan tujuan pembelajaran dengan memperhatikan
sumber masyarakat (society source) agar kurikulum yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai
gejala sosial hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial
atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam
suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang
telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus
dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang
berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam
pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat
perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam
pengembangan kurikulum.
Faktor pengembangan kurikulum dalam masyrakat
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap
pengembangan kurikulum dalam masyrakat, antara lain ;
Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka
ragam. Oleh karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga
terdidik yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan
masyarakat.
Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masayarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu
berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam
masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya
pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat
pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu
mass media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat
berperan sebagai pusat pendidikan.
Ruang lingkup pengembangan kurikulum dalam masyrakat
Lingkungan atau dunia sekitar manusia pada dasarnya terdiri
dari tiga bagian besar, yaitu :
Dunia alam kodrat
Dunia alam kodrat merupakan segala sesuatu di luar diri kita
yang berpengaruh sangat kuat dalam kehidupan kita, misalnya : penampakan alam
(gunung,laut,dll). Untuk mengubah dan mengatasi pengaruh tersebut maka kita
harus dapat menggunakan IPTEK dengan benar. Dengan demikian dalam mengembangkan
kurikulum hendaknya kita berusaha untuk memasukkan masalah-masalah yang berupa
gejala-gejala dalam alam kodrat.
Dunia sekitar benda-benda buatan manusia
Dunia sekitar benda-benda buatan manusia merupakan
benda-benda yang diciptakan manusia sebagai alat pemuas kubutuhannya. Untuk itu
keterampilan fisik dan psikis harus dikembangkan dalam pembelajaran, sehuingga
dapat menghasilkan segala sesuatu yang menjadi sarana dan prasarana yang
dibutuhkan masyarakat.
Dunia sekitar manusia
Merupakan dunia yang paling kompleks, sebab selalu berubah
dan dinamis. Interaksi antar individu berjalan sangat aktif. Untuk itu
diperlukannya norma dalam pergaulan masyarakat agar interaksi dalat berjalan
dengan baik.
Fungsi sistem dan lembaga pendidikan dari segi sosiologis
bagi kepentingan masyarakat
Dari segi sosiologis sistem dan lembaga pendidikan di
dalamnya dapat dipandang sebagai badan yang mempunyai berbagai fungsi bagi
kepentingan masyarakat, antara lain:
· Mengadakan perbaikan, bahkan perombakan sosial
· Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan mengadkan
penelitian ilmiah
· Mendukung dan turut memberi sumbangan kepada pembangunan
nasional
· Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional
· Mengeksploitasi orang banyak demi kesejahteraan dolongan
elite
· Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyakan pengaruh
pemerintahan terdahulu
· Mendukung golongan tertentu seperti golongan militer,
industri atau politik
· Mengarahkan dan mendisiplinkan jalan pikiran generasi muda
· Mendorong dan mempercepat laju kemajuan IPTEK
· Mendidik generasi mudamenjadi arga negara nasional dan
warga dunia
· Mengajar keterampilan pokok seperti membaca, menulis, dan
berhitung
· Memberi keterampilan dasar berkaitan dengan mata
pencaharian.
Sosiologi Sebagai Landasan Kurikulum
Kurikulum mutlak diperlukan dalam proses pendidikan karena
tujuan dalam kurikulum itulah yang akan menghasilkan lulusan dengan
kompetensinya. Oleh karena itu diperlukan kurikulum yang benar-benar menggali
nilai sosial budaya serta mampu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi
perubahan zaman.
Menurut undang-undang SISDIKNAS no. 21 tahun 2003 tujuan
pendidikan di Indonesia adalah melahirkan generasi yang bertaqwa, cerdas dan
memiliki keterampilan hidup. Ketaqwaan dibangun dari nilai-nilai agama serta
budaya yang santun. Kecerdasan dan keterampilan hidup ditumbuhkan dengan
berbagai bacaan, eksperimen dan pelatihan. Jika dirunut kualitas atau
keunggulan suatu generasi ternyata terletak pada karakter yang kokoh dan baik.
Disinilah pentingnya memasukkan kurikulum untuk membangun karakter tersebut.
Kurikulum karakter bersumber pada nilai agama dan nilai
sosial budaya yang terpuji. Bangsa kita yang mayoritas muslim dan secara turun
temurun hidup dalam budaya yang harmonis serta gotong royong hendaknya menjadi
acuan dalam penyusunan kurikulum sehingga kurikulum kita semestinya berisi
tentang pengamalan agama yang benar, membudayakan kebiasaan gotong royong dan
santun pada setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia –
manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru
melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga
masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan
perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah
seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan
sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.
Kearifan lokal
Setiap bangsa memiliki kearifan lokal sesuai kondisi alam
dan sosial budayanya. Kearifan lokal ini bersifat unik karena menjadi ciri khas
dari bangsa tersebut. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang memiliki
semangat juang yang tinggi (Bushido) karena ditempa oleh alam yang rawan gempa
dan minim kekayaan alam, demikian pula yang terjadi pada bangsa Korea.
Indonesia sebagai bangsa yang besar, beragam suku, bahasa, budaya dan hidup di
alam yang subur dan kaya memiliki berbagai keunikan pada setiap daerahnya.
Keunikan inilah yang semestinya dijadikan sebagai pendekatan dalam pendidikan.
Mendidik siswa dengan potensi kearifan lokal disebut In Situ Development.
Guru sebagai Role Model
Kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas guru.
Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar yang mentransfer ilmu pengetahuan
melainkan juga sebagai sosok yang mengajarkan karakter yang baik. Setiap tutur
kata, sikap dan perilaku guru akan menjadi inspirasi dan contoh bagi siswanya.
Guru menjadi role model atau teladan bagi para siswa. Oleh karena itu guru
hendaknya memiliki bekal ilmu yang mumpuni dan memiliki sikap serta perilaku
terpuji. Diperlukan proses pendidikan guru yang benar-benar mampu melahirkan
guru dengan karakteristik tersebut. Pada kenyataannya sekarang ini guru tidak
banyak yang memiliki kualitas sebagai role model. Berbagai faktor yang
mendasarinya seperti tuntutan ekonomi, budaya gelar dan gengsi serta potensi
yang tidak sesuai (relevansi). Banyak orang ingin menjadi guru karena konon
profesi guru menghasilkan income yang besar. Budaya gelar dan mengejar gengsi
telah mendorong para siswa untuk kuliah dengan tujuan sekedar mendapat gelar
kesarjanaan meskipun selama proses pendidikannya melakukan plagiatisme dan pada
saat lulus memilki kompetensi dan kemandirian yang rendah. Banyak guru yang
‘menjadi guru’ karena terpaksa atau ikut-ikutan karena potensi dasar sebagai
seorang guru yaitu senang dan semangat untuk mengajar memang tidak dimilikinya.
Guru yang mampu menjadi role model akan efektif mengajar
nilai-nilai sosial budaya bagi para siswanya. Dengan demikian para siswa akan
menjadi lulusan yang mampu mengarahkan kehidupan sosial dan budaya yang baik di
masyarakat karena mereka menjadi role model di masyarakat. Pelajar saat ini
adalah iron stocks(sumber daya manusia) yang akan mewarnai kehidupan sosial
budaya di masa mendatang. Apapun profesinya, mereka akan memimpin dan mewarnai
lingkungannya dengan karakter yang diperoleh semasa pendidikan.
Bahan bacaan atau referensi
Bahan bacaan atau buku adalah gerbang ilmu sekaligus
rujukan. Buku-buku yang berkualitas mutlak diperlukan agar proses pemelajaran
berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan. Saat ini kita masih
sangat kekurangan bahan bacaan yang berkualitas terlebih lagi bahan bacaan yang
memuat nilai sosial budaya sebagai landasan pendidikan. Buku-buku yang ada saat
ini dominan berupa buku motivasi, kisah pesohor, kiat-kiat praktis dan
komik-komik yang jauh dari nilai kebaikan. Buku-buku yang membahas tentang
kehidupan sosial yang baik, kekayaan bahasa, budaya dan potensi unik setiap
daerah masih sangat minim. Sehingga wajar jika nilai sosial budaya belum
dimasukkan dalam proses pemelajaran.
Kesimpulan
Dalam membuat suatu kurikulum diperlukan kajian yang
mendalam tentang budaya & kebiasaan masyarakat setempat. Kurikulum tidak
boleh melanggar adat istiadat & tata karma masyarakat setempat. Apabila
kurikulum melanggar adat istiadat dikhawatirkan menyebabkan masalah-masalah
social baru seperti cultural lag bahkan konflik horizontal.
Untuk mengetahui adat istiadat masyarakat setempat
diperlukan penelitian berupa observasi atau wawancara langsung terhadap
masyarakat setempat. Observasi dipilih sebagai metode penelitian yang tepat
dikarenakan hukum adat bersifat abstrakdan tidak tertulis (konvensi). Biasanya
hukum ini terlahir setelah adanya kesepakatan nonformal masyarakat setempat.
Kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut dalam bentuk skill/keahlian
khusus yang bermanfaat bagi lingkungannya. Diutamakan sebuah kurikulum dapat
membimbing masyarakat menjadi sumberdaya yang produktif dalam mengolah potensi
alam & social secara efisien.
Kondisi sosial budaya mempengaruhi proses pemelajaran dan
lulusannya.Pendidikan akan melahirkan lulusan yang akan menjadi insan yang
mempengaruhi kondisi sosial budaya di masa mendatang. Diperlukan kurikulum yang
memuat nilai-nilai sosial budaya termasuk kearifan lokal. Pendidikan berbasis
sosial budaya mutlak membutuhkan guru sebagai role model dan bahan bacaan yang
berkualitas.
Makalah Pengantar Kurikulum Kelompok 3