Halaman

Minggu, 09 Desember 2012

HAKEKAT MANUSIA DARI SUDUT PANDANG PAHAM EXISTENSIALIS


PEMBAHASAN

Pendekatan Eksistensial dalam Memahami Manusia

Eksistensialisme pertama kali muncul pada abad ke 19. Eksistensialisme memiliki akar dalam karya – karya para filosof, khususnya Soeren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche. Kedua filsuf ini mendekati filsafat dari sudut pandang manusia nyata. Selain itu mereka memiliki keyakinan bahwa eksistensi manusia tidak bisa dibawa ke dalam system rasional, sistematis dan logis.
Eksistensialisme merupakan sebuah mazhab pemikiran yang memandang  manusia secara holistik dan mengakui kebebasan manusia untuk menentukan kehidupannya sendiri. Dengan kata lain manusia memiliki eksistensinya sendiri yang menyatu dengan kehidupan dunia. Eksistensi manusia disini dipahami bukanlah sebagai manusia alam, kumpulan – kumpulan reflek maupun sekedar mekanisme – mekanisme. Akan tetapi semua perihal yang dilakukan manusia, itulah yang menjadi inti dari eksistensi itu sendiri. Manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya.
Eksistensialisme merupakan sebuah mazhab yang dirasa penting untuk dikaji, karena ranah kajiannya yang menekankan pada perlunya berada sedekat mungkin dengan dunia kehidupan, dimana semua orang menjalaninya. Eksistensialisme cenderung memberikan hak kebebasan seluas – luasnya bagi manusia. Hal ini dirasa perlu karena manusia butuh mengeksplorasi dunianya tanpa harus dipengaruhi oleh stimulasi – stimulasi dari lingkungan yang akan mendeterminasi diri manusia itu sendiri.
Eksistensial bukanlah mazhab yang didirikan oleh satu tokoh sebagaimana psikoanalisis. Akan tetapi didirikan oleh banyak pikiran – pikiran tokoh. Tokoh – tokoh yang berperan penting dalam mazhab eksistensial adalah Soeren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche. Dimana kedua tokoh itu merupakan pencetus utama tentang gerakan eksistensialisme. Pemikiran Kierkegaard menekankan pada perestorasian kedalaman iman dalam agama – agama yang telah mongering di tengah masyarakat. Sedangkan gagasan utama Nietsche adalah tentang “Matinya Tuhan”.
Sedangkan tokoh eksistensialisme yang terkenal adalah Ludwig Binswanger dan Medard Boss. Kedua tokoh ini mendasarkan prinsip – prinsip eksistensialnya pada pemikiran – pemikiran Martin Heiddeger. Prinsip dari Binswanger adalah tentang Umwelt (dunia – fisik), Mitwelt (dunia social) dan Elgenwelt (dunia personal). Sedangkan Boss memilih prinsip tentang konsep eksistensialisme (dari Heiddeger), yaitu bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kita itu ada dalam kehidupan.
Dalam eksistensialisme, memahami konsep “aku” berarti bagaimana kita menjalani hidup tanpa tahu diri kita sebenarnya. Satre mengatakan bahwa eksistensi manusia mendahului esensi manusia itu sendiri. Manusia tidak tahu bagaimana dia menjalani hidupnya. Hidup manusia, siapa manusia sebenarnya tidak ditentukan oleh Tuhan, hukum alam, genetika maupun lingkungan sekitar. Semuanya itu hanya sebatas sebagai bahan baku bagi siapa sesungguhnya manusia. Akan tetapi bagaimana manusia menjalani hidupnya, itulah yang akan membentuk siapa manusia yang sebenarnya. Berarti, saya adalah yang membentuk diri manusia.
Eksistensialisme memiliki lahan dalam fungsi praktisnya dalam dunia psikologi. Salah satu fungsi praktis itu adalah penerapannya dalam kehidupan nyata adalah yang terjadi pada proses konseling. Jadi, eksistensialisme merupakan salah satu aliran dari beberapa aliran yang dapat dijadikan dasar dari proses  konseling. Selain itu, eksistensialisme  juga berfungsi sebagai landasan dalam melakukan terapi. Penerapan mazhab eksistensialisme juga memasuki wilayah pendidikan. Penerapan yang dimaksud berupa diterbitkannya jurnal pendidikan dan jurnal kebidanan, meskipun hanya beberapa jurnal yang hanya bisa diterbitkan.
Dalam kaitannya dengan teori humanistik, secara histori sebenarnya eksistensialisme menjadi dasar – dasar awal peletakan konsep humanisme. Humanisme sendiri berpusat pada diri, keseluruhan, berharap akan aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri dan masyarakat.
Dalam kajian ilmu psikologi, psikolgi eksistensial dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memahami keberadaan manusia dilihat dari unsur kebebasan yang dimiliki. Manusia adalah individu yang unik dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia. Disini keberadaan manusia sangatlah subjektif. Eksistensialisme menganggap manusia sebagai individu yang memiliki kebebasan penuh dalam menentukan jalan hidupnya kedepan. Sehingga manusia bisa mengarahkan dirinya untuk melakukan yang terbaik buat dirinya.
Sebaliknya, eksistensial menjadi tidak berlaku ketika apa yang dilakukan manusia tidak sesuai dengan apa yang terdapat dilingkungan social. Apabila kebebasan manusia telah bercampur dengan kepentingan yang bersifat mekanis, dimana manusia sudah tidak bisa mengontrol dirinya dan lebih mendapat kontrol dari orang lain.
Seperti aliran – aliran yang lainnya, eksistensialisme menuai beberapa kritik. Kritik – kritik itu muncul pada hal ide atau gagasan baru yang cenderung sulit diekspresikan oleh siapapun. Bahasa yang digunakan dalam eksistensialisme cukup membingungkan. Hal ini berpengaruh pada penulisan – penulisan ilmiah, sehingga hanya ada beberapa jurnal yang bisa diterbitkan. Selain itu, psikologi eksistensial dianggap tidak ilmiah. Hal ini dikarenakan tidak adanya hipotesis atau data statistik, serta sampel – sampel yang digunakan tidak bersifat acak.
Adapun solusi untuk masalah gagasan baru yang sulit diekspresikan, seharusnya ada penulis – penulis eksistensialis berbahasa inggris yang benar – benar mahir.  Terkait dengan psikologi eksistensialisme yang tidak ilmiah karena tidak ada hipotesis dan sampel yang cukup mewakili, psikologi eksistensial bisa turun ke wilayah kualitatif guna melakukan pengkajian lebih mendalam tentang manusia. Sekalipun dalam kualitatifpun masih ditemui beberapa kekurangan.

Eksistensialisme dalam Pendidikan

                Di dalam pendidikan terutama proses pembelajaran, setiap pendidik diharapkan mampu mengembangkan potensi dari tiap-tiap peserta didiknya dan menjadikan mereka orang-orang yang yang berkompeten di masyarakat. Tapi peran peserta didik rupanya juga diperlukan di dalam pengembangan ini. Mereka (peserta didik) harus mampu menentukan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai dan menentukan langkah-langkah/cara-cara yang ingin mereka tempuh. Dengan begitu peserta didik dapat menerapkan eksistensialisme di dalam pendidikan dikarenakan keputusan mereka sendiri itulah bentuk dari sebuah eksistensi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar